STUDY TOUR YOGYAKARTA

Disusun
Oleh :
Nama : Retno
Kelas : 06
SD N III
Tahun Pelajaran 2018/2019
BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Karya ilmiah adalah suatu kegiatan penelitian
secara langsung terhadap suatu tempat ataupun sarana yang menjadi objek
penelitian. Kegiatan ini dilakukan untuk menambah ilmu pengetahuan dan wawasan
yang lebih luas maka dilakukaan penelitian karya ilmiah, dengan mengunjungi
Daerah istimewa yogyakarta atau yang lebih dikenal dengan nama Jogja, merupakan
kota yang terkenal dengan sejarah dan warisan budaya.
Yogyakarta merupakan pusat kerajaan mataram, dan sampai
saat ini masih ada keraton yang masih berfungsi dalam arti sesungguhnya. Jogja
juga memiliki banyak candi yang berusia ribuan tahun yang merupakan peninggalan
kerajaan besar zaman dahulu, salah satunya adalah candi borobudur yang dibangun
pada abad ke 9 oleh dinasti syailendra, sedangkan arsitek dari candi tersebut
adalah gunadharma.Selain itu Pegunungan,pantai-pantai, hamparan sawah yang
hijau dan udara yang sejuk menghiasi keindahan kota Jogja. Masyarakat jogja
hidup dengan damai dan mempunyai keramahan yang khas.
Tak heran apabila kota Jogja sangat terkenal dan
merupakan salah satu tujuan utama para wisatawan mancanegara, untuk berlibur
dan mengabiskan sisa waktu istirahatnya di Jogja.
Adapun dalam karya ilmiah ini telah menghasilkan data
penelitian yang meliputi unsur budaya, sosial, sejarah, dan unsur-unsur
estetika yang ada dalam ornamen-ornamen bangunan yang ada di saerah istimewa
Yogyakarta.
- Rumusan
Masalah
Ada beberapa
bidang permasalahan yang akan kami bahas diantaranya :
a.
Candi Borobudur
o
Bagaimana sejarah candi borobudur ?
o
Apa arti nama candi borobudur ?
o
Dimanakah letak geografis candi
borobudur ?
o
Bagaimana tahap-tahap pembangunan candi
borobudur ?
o
Bagaimana seni relif bangunan candi
borobudur ?
o
Bagaimana proses pemugaran candi
borobudur ?
o
Bagaimana struktur bangunan candi Borobudur
b.
Taman pintar
o Bagaimana latar
belakang taman pintar terbentuk ?
o Apa makna dari
Logo taman pintar ?
o Zona apa saja
yang terdapat didalam taman pintar ?
c.
Malioboro
o Bagaimana
sejarah malioboro ?
o Bagaimana
asal-usul jalan malioboro ?
o Apa manpaat malioboro ?
- Tujuan Penelitian
a.
Untuk menembah wawasan dan pengetahuan
yang lebih.
b.
Mengetahui peninggalan budaya dimasa
lalu.
c.
Mengetahui tempat-tempat wisata yang
ada di jogja.
d.
Mengenal lebih dekat lagi Budaya
Daerah.
- Manfaat Penelitian
a.
Mempererat keakraban dengan teman satu
sekolah.
b.
Bisa melihat budaya yang ada di
KotaYogyakarta secara langsung.
c.
Bisa merasakan sebagai masyarakat yang
multikultural.
d. Bertambahnya
wawasan dan Mendapat pengalaman dengan mengunjungi tempat-tempat wisata
di Jogja.
BAB II
PEMBAHASAN MASALAH
A. Candi Borobudur

Sejarah Candi Borobudur
Didirikan oleh para penganut agama Buddha Mahayana
sekitar tahun 800-an Masehi pada masa pemerintahan
wangsa Syailendra. Dindingnya dihiasi dengan 2.672 panel relief dan aslinya 504
arca Buddha. Candi Borobudur ini adalah sebagai model alam semesta yang
dibangun sebagai tempat suci untuk memuliakan Buddha. Berdasarkan bukti-bukti
sejarah, Borobudur ditinggalkan pada abad ke-14. Ditemukan pada tahun 1814 oleh
Sir Thomas Stamford Raffles, yang menjabat sebagai Gubernur Jenderal Inggris
atas Jawa. .
Penamaan Borobudur pertama kali ditulis dalam buku
"Sejarah Pulau Jawa" karya Sir Thomas Raffles.Nama Bore-Budur, yang
kemudian ditulis BoroBudur,kemungkinan ditulis Raffles dalam tata bahasa
Inggris untuk menyebut desa terdekat dengan candi itu yaitu desa Bore (Boro)
Raffles juga menduga bahwa istilah 'Budur' mungkin berkaitan dengan istilah
Buda dalam bahasa Jawa yang berarti "purba" maka bermakna,"Boro
purba".
Ahli Sejarah J.G. de Casparis dalam disertasi doktor pada
tahun 1950 berpendapat bahwa Borobudur adalah tempat pemujaan yang didirikan
oleh Raja Mataram dari wangsa Syailendra bernama Samaratungga, yang melakukan
pembangunan sekitar tahun 824 M. Bangunan raksasa itu baru dapat diselesaikan
pada masa putrinya, Ratu Pramudawardhani. Pembangunan Borobudur diperkirakan
memakan waktu setengah abad. Casparis memperkirakan bahwa Bhūmi Sambhāra
Bhudhāra dalam bahasa Sanskerta yang berarti "Bukit himpunan kebajikan
sepuluh tingkatan boddhisattwa", adalah nama asli Borobudur.
Menurut legenda masyarakat setempat perancang
Borobudur bernama Gunadharma,sedikit yang diketahui tentang arsitek misterius
ini. Namanya lebih berdasarkan dongeng dan legenda Jawa dan bukan berdasarkan
prasasti bersejarah. Legenda Gunadharma terkait dengan cerita rakyat mengenai
perbukitan Menoreh yang bentuknya menyerupai tubuh orang berbaring. Dongeng lokal
ini menceritakan bahwa tubuh Gunadharma yang berbaring berubah menjadi jajaran
perbukitan Menoreh, tentu saja legenda ini hanya fiksi dan dongeng
belaka.
Arti Nama
Borobudur
Nama Borobudur berasal dari gabungan kata-kata Boro dan
Budur,Boro berasal dari kata sansekerta ''vihara'' yang berarti komplek candi
dan bihara atau juga asrama (menurut poerbatjaraka dan stutterhim).Sedangkan
budur dalam bahasa bali ''beduhur'' yang artinya atas. Jadi nama borobudur
berarti asrama/bihara (kelompok candi yang terletak di atas bukit).
Memang di halaman barat laut dari candi Borobudur sewaktu
di adakan penggalian di temukan sisa-sisa bekas sebuah bangunan yang
dimungkinkan bangunan bihara. Pendapat lain dikemukakan oleh casparis
berdasarkan prasasti Sri kahuluan (842 M). Di dalam prasasti tersebut terdapat
nama sebuah kuil ''Bhumisambhara'' yang menurutnya nama itu tidak lengkap.
Agaknya masih ada lagi sepatah kata untuk''gunung'' di belakangnya, sehingga
nama seharusnya''Bhumisambhara Budhara'' Dari kata inilah akhirnya terjadi nama
Borobudur.
Dari beberapa pendapat yang ada, dapat disebutkan
berbagai pendapat dari para ahli yaitu :
1) Kitab Negara
kartagama
Naskah dari
tahun 1365 M yaitu kitab Negara kartagama karangan Mpu prapanca meyebutkan kata
“Budur” untuk sebuah Budha dari aliran Wajradha. Kemungkinan yang ada nama
“Budur” tersebut tidak lain adalah candi Borobudur.
2) SirThomas
Stamford Raffles
Raffles
manafsirkan Borobuduir berati bahwa Budur merupakaan bentuk lain dari
“Budo”.yang dalam bahasa jawa berarti Kuno. tetapi bila dikaitkan dengan
Borobudur berati “Boro Jaman Kuno” Namaun karena “Bhara” dalam bahas jawa kuno
berati banyak, maka Borobudur juga berarti “Budha yang Banyak” jika dikaji
secara teliti maka keterangan yang ditemukan oleh raffles memang tidak ada yang
memuaskan. Boro jaman kuno” kurang mengena maupun “Budha yang banyak” Kurang
mencapai sasaran.
3) Poebatjaraka
Menurut beliau
“Boro” berarti “Biara” dengan demikian Borobudur berarti “Biara Budur”.
Penafsiran ini sangat menarik karena mendekati kebenaran berdasarkan
bukti-bukti yang ada.Selanjutnya jika di hubungkan dengan kitab Negara
Kartagama mengenai “Budur” maka besar kemungkinan penafsiran Poerbatjaraka
adalah benar dan tepat.
4) DE
Casparis
De Casparis
menemukan kata majemuk dalam sebuah prasati yang kemungkinan merupakan asal
kata dari Borobudur. Dalam sebuah prasasti SrI Kahulunan yang berangka 842 M
dijumpai kata “Bhumi Sambhara Budhara” yaitu satu sebutan untuk bangunan suci
pemujaan nenek moyang atau disebut kuil.
5) Drs.
Soediman
Bahwa Borobudur
berasal dari dua kata yaitu Bara dan Budur. Bara berasal dar bahasa sanksekerta
Vihara yang berarti komplek candi dan Bihara yang berarti asrama. Budur dalam
bahasa bali bedudur yang artinya di atas. Jadi nama Borobudur berarti asrama
atau vihara dan komplek candi yang terletak di atas tanah yang tinggi atau
bukit.
Letak Geografis
Candi Borobudur
Candi Borobudur terletak di Desa Borobudur, Kecamatan
Borobudur,Kabupaten Magelang, Propinsi Jawa Tengah.Secara astronomis terletak
di 70.361.2811 LS dan 1100.121.1311 BT. Lingkungan geografis Candi Borobudur
dikelilingi oleh Gunung Merapi dan Merbabu di sebelah Timur,Gunung Sindoro dan
Sumbing di sebelah Utara, dan pegunungan Menoreh di sebelah Selatan, serta
terletak di antara Sungai Progo dan Elo.Candi Borobudur didirikan di atas bukit
yang telah dimodifikasi, dengan ketinggian 265 dp
Tahap-Tahap
Pembangunan Candi Borobudur
Ada beberapa tahap dalam pembangunan candi borobudur
diantaranya :
Tahap pertama
Masa pembangunan Borobudur tidak diketahui pasti
(diperkirakan antara 750 dan 850 M). Pada awalnya dibangun tata susun
bertingkat. Sepertinya dirancang sebagai piramida berundak. tetapi kemudian
diubah. Sebagai bukti ada tata susun yang dibongkar.
Tahap Kedua
Pondasi Borobudur diperlebar, ditambah dengan dua undak
persegi dan satu undak lingkaran yang langsung diberikan stupa induk besar.
Tahap ketiga
Undak atas lingkaran dengan stupa induk besar dibongkar
dan dihilangkan dan diganti tiga undak lingkaran. Stupa-stupa dibangun pada
puncak undak-undak ini dengan satu stupa besar di tengahnya.
Tahap keempat dan kelima
Ada sedikit perubahan pada monumen, termasuk penambahan
relief-relief baru dan perubahan pada tangga dan patung di sepanjang jalan.
Simbol pada monumen tetap sama, dan perubahan sebagian besar hanya pada
dekorasinya.
Lalu, dimanakah letak kesalahan desain Candi Borobudur?
Menurut Dirjen Kebudayaan, I Gusti Ngurah Anom dalam “Simposium Rahasia
di Balik Keagungan Borobudur” yang diselenggarakan Dhammasena Universitas
Trisakti di Jakarta,pertengahan Maret lalu, kesalahan desain itu diperbaiki
dengan membuat “kaki tambahan” dan menutupi kaki aslinya. Hal ini dilakukan
pada tahap kedua pembangunan Borobudur.
Adanya dua kaki itu pertama kali diketahui oleh Yzerman
(1885) ketika mengadakan penelitian untuk penyelamatan Candi Borobudur dari
bahaya kerusakan. Kaki tambahan seperti yang terlihat sekarang, bentuknya
sangat sederhana dan sering disebut teras lebar. Teras lebar ini menutupi
relief di kaki asli, yang terdiri dari 160 pigura. Di beberapa pigura terdapat
tulisan singkat sebagai petunjuk ringkas bagi pemahatnya dalam huruf Jawa Kuna.
Ternyata kata-kata yang dipergunakan itu juga terdapat dalam kitab
Mahakarmavibhangga yang memuat cerita tentang cara kerja hukum karma dalam kehidupan.
Mengapa relief di kaki asli Candi Borobudur ditutup
memang masih menjadi polemik di kalangan para arkeolog. Sebagian berpendapat
bahwa penutupan ini sekedar masalah teknis agar candi itu tidak longsor,
mengingat kaki aslinya sangat curam. Sebagian lagi mengatakan bahwa penutupan
ini karena alasan keagamaan. Argumentasinya,karena relief di kaki asli
menggambarkan kehidupan sehari-hari yang terkadang berkesan sadis,seronok,dan
sebagainya. Hal ini dianggap tidak patut diketahui oleh umat Buddha yang berkunjung
ke Borobudur.
Seni Relief
Dalam Candi Borobudur
Relief adalah seni pahat dan ukiran 3-dimensi yang
biasanya dibuat di atas batu. Bentuk ukiran ini biasanya dijumpai pada bangunancandi, kuil, monumen dan
tempat bersejarah kuno. Di Indonesia, relief pada dinding candi Borobudur merupakan
salah satu contoh yang dipakai untuk menggambarkan kehidupan sang Buddha dan
ajaran-ajarannya. Relief ini bisa merupakan ukiran yang berdiri sendiri, maupun
sebagai bagian dari panel relief yang lain,membentuk suatu seri cerita atau
ajaran. Pada Candi Borobudur sendiri misalkan ada lebih dari 1400 panel relief
ini yang dipakai untuk menceritakan semua ajaran sang Buddha Gautama.
Borobudur dibangun oleh Raja Samaratungga,salah satu raja
kerajaan Mataram Kuno,keturunan Wangsa Syailendra. Berdasarkan prasasti
Kayumwungan, seorang Indonesia bernama Hudaya Kandahjaya mengungkapkan bahwa
Borobudur adalah sebuah tempat ibadah yang selesai dibangun 26 Mei 824, hampir
seratus tahun sejak masa awal dibangun. Nama Borobudur sendiri menurut beberapa
orang berarti sebuah gunung yang berteras-teras (budhara), sementara beberapa
yang lain mengatakan Borobudur berarti biara yang terletak di tempat tinggi.
Bangunan Borobudur berbentuk punden berundak terdiri dari
10 tingkat. Tingginya 42 meter sebelum direnovasi dan 34,5 meter setelah
direnovasi karena tingkat paling bawah digunakan sebagai penahan. Enam tingkat
paling bawah berbentuk bujur sangkar dan tiga tingkat di atasnya berbentuk
lingkaran dan satu tingkat tertinggi yang berupa stupa Budha yang menghadap ke
arah barat. Setiap tingkatan melambangkan tahapan kehidupan manusia. Sesuai
mahzab Budha Mahayana, setiap orang yang ingin mencapai tingkat sebagai Budha
mesti melalui setiap tingkatan kehidupan tersebut.
Bagian dasar Borobudur, disebut Kamadhatu,melambangkan
manusia yang masih terikat nafsu. Empat tingkat di atasnya disebut Rupadhatu
melambangkan manusia yang telah dapat membebaskan diri dari nafsu namun masih
terikat rupa dan bentuk. Pada tingkat tersebut,patung Budha diletakkan
terbuka.Sementara, tiga tingkat di atasnya dimana Budha diletakkan di dalam
stupa yang berlubang-lubang disebut Arupadhatumelambangkan manusia yang telah
terbebas dari nafsu, rupa, dan bentuk. Bagian paling atas yang disebut Arupa
melambangkan nirwana,tempat Budha bersemayam.
Setiap tingkatan memiliki relief-relief indah yang
menunjukkan betapa mahir pembuatnya. Relief itu akan terbaca secara runtut bila
anda berjalan searah jarum jam (arah kiri dari pintu masuk candi). Pada
reliefnya Borobudur bercerita tentang suatu kisah yang sangat melegenda,yaitu
Ramayana.Selain itu, terdapat pula relief yang menggambarkan kondisi masyarakat
saat itu.Misalnya, relief tentang aktivitas petani yang mencerminkan tentang
kemajuan sistem pertanian saat itu dan relief kapal layar merupakan
representasi dari kemajuan pelayaran yang waktu itu berpusat di Bergotta
(Semarang).
Keseluruhan relief yang ada di candi Borobudur
mencerminkan ajaran sang Budha. Karenanya, candi ini dapat dijadikan media
edukasi bagi orang-orang yang ingin mempelajari ajaran Budha. Berkat
mengunjungi Borobudur dan berbekal naskah ajaran Budha dari Serlingpa (salah
satu raja Kerajaan Sriwijaya),Atisha mampu mengembangkan ajaran Budha. Ia menjadi
kepala biara Vikramasila dan mengajari orang Tibet tentang cara mempraktekkan
Dharma. Enam naskah dari Serlingpa pun diringkas menjadi sebuah inti ajaran
disebut “The Lamp for the Path to Enlightenment” atau yang lebih dikenal dengan
nama Bodhipathapradipa.
Salah satu pertanyaan yang kini belum terjawab tentang
Borobudur adalah bagaimana kondisi sekitar candi ketika dibangun dan mengapa
candi itu ditemukan dalam keadaan terkubur. Beberapa mengatakan Borobudur
awalnya berdiri dikitari rawa kemudian terpendam karena letusan Merapi.
Dasarnya adalah prasasti Kalkutta bertuliskan ‘Amawa’ berarti lautan susu. Kata
itu yang kemudian diartikan sebagai lahar Merapi. Beberapa yang lain mengatakan
Borobudur tertimbun lahar dingin Merapi.
Pada dinding candi di setiap tingkatan kecuali pada
teras-teras Arupadhatu dipahatkan panel-panel bas-relief yang dibuat
dengan sangat teliti dan halus. Relief dan pola hias Borobudur bergaya
naturalis dengan proporsi yang ideal dan selera estetik yang halus.
Relief-relief ini sangat indah, bahkan dianggap sebagai yang paling elegan dan
anggun dalam kesenian dunia Buddha. Relief Borobudur juga menerapkan disiplin
senirupa India, seperti berbagai sikap tubuh yang memiliki makna atau
nilai estetis tertentu. Relief-relief berwujud manusia mulia seperti pertapa,
raja dan wanita bangsawan, bidadari atapun makhluk yang mencapai derajat
kesucian laksana dewa,seperti tara dan boddhisatwa, seringkali digambarkan
dengan posisi tubuh tribhanga. Posisi tubuh ini disebut “lekuk tiga” yaitu melekuk
atau sedikit condong pada bagian leher, pinggul, dan pergelangan kaki dengan
beban tubuh hanya bertumpu pada satu kaki, sementara kaki yang lainnya dilekuk
beristirahat. Posisi tubuh yang luwes ini menyiratkan keanggunan, misalnya
figur bidadari Surasundari yang berdiri dengan sikap tubuh tribhanga sambil
menggenggam teratai bertangkai panjang.
Relief Borobudur menampilkan banyak gambar seperti sosok
manusia baik bangsawan, rakyat jelata, atau pertapa, aneka tumbuhan dan
hewan,serta menampilkan bentuk bangunan vernakular tradisional Nusantara.Borobudur
tak ubahnya bagaikan kitab yang merekam berbagai aspek kehidupan masyarakat
Jawa kuno. Banyak arkeolog meneliti kehidupan masa lampau di Jawa kuno dan
Nusantara abad ke-8 dan ke-9 dengan mencermati dan merujuk ukiran relief
Borobudur. Bentuk rumah panggung,lumbung,istana dan candi, bentuk perhiasan,
busana serta persenjataan,aneka tumbuhan dan margasatwa, serta alat
transportasi, dicermati oleh para peneliti.Salah satunya adalah relief terkenal
yang menggambarkan Kapal Borobudur. Kapal kayu bercadik khas Nusantara ini
menunjukkan kebudayaan bahari purbakala. Replika bahtera yang dibuat
berdasarkan relief Borobudur tersimpan di Museum Samudra Raksa yang terletak di
sebelah utara Borobudur.
Relief-relief ini dibaca sesuai arah jarum jam atau
disebut mapradaksina dalam bahasa Jawa Kuna yang
berasal dari bahasa Sanskertadaksina yang artinya ialah timur. Relief-relief ini
bermacam-macam isi ceritanya, antara lain relief-relief cerita jātaka.
Pembacaan cerita-cerita relief ini senantiasa dimulai, dan berakhir pada pintu
gerbang sisi timur di setiap tingkatnya, mulainya di sebelah kiri dan berakhir
di sebelah kanan pintu gerbang itu. Maka secara nyata bahwa sebelah timur
adalah tangga naik yang sesungguhnya (utama) dan menuju puncak candi, artinya
bahwa candi menghadap ke timur meskipun sisi-sisi lainnya serupa benar.
Salah satu ukiran Karmawibhangga di dinding candi
Borobudur (lantai 0 sudut tenggara)Sesuai dengan makna simbolis pada kaki
candi, relief yang menghiasi dinding batur yang terselubung tersebut
menggambarkan hukum karma. Karmawibhangga adalah naskah yang menggambarkan
ajaran mengenai karma, yakni sebab-akibat perbuatan baik dan jahat. Deretan
relief tersebut bukan merupakan cerita seri (serial), tetapi pada setiap pigura
menggambarkan suatu cerita yang mempunyai hubungan sebab akibat.Relief tersebut
tidak saja memberi gambaran terhadap perbuatan tercela manusia disertai dengan
hukuman yang akan diperolehnya, tetapi juga perbuatan baik manusia dan pahala.Secara keseluruhan
merupakan penggambaran kehidupan manusia dalam lingkaran lahir – hidup – mati (samsara)
yang tidak pernah berakhir, dan oleh agama Buddha rantai tersebutlah yang akan
diakhiri untuk menuju kesempurnaan.Kini hanya bagian tenggara yang terbuka dan
dapat dilihat oleh pengujung. Foto lengkap relief Karmawibhangga dapat
disaksikan di Museum Karmawibhangga di sisi utara candi Borobudur.
LalitawistaraPangeran Siddhartha Gautama mencukur rambutnya dan
menjadi pertapa. Merupakan penggambaran riwayat Sang Buddha dalam deretan
relief-relief (tetapi bukan merupakan riwayat yang lengkap) yang dimulai dari
turunnya Sang Buddha dari surga Tushita,dan berakhir dengan wejangan pertama di
Taman Rusa dekat kota Banaras. Relief ini berderet dari tangga pada sisi
sebelah selatan, setelah melampui deretan relief sebanyak 27 pigura yang
dimulai dari tangga sisi timur. Ke-27 pigura tersebut menggambarkan
kesibukan,baik di sorga maupun di dunia, sebagai persiapan untuk menyambut
hadirnya penjelmaan terakhir Sang Bodhisattwa selaku calon Buddha.Relief
tersebut menggambarkan lahirnya Sang Buddha di arcapada ini sebagai Pangeran
Siddhartha,putra Raja Suddhodana dan Permaisuri Maya dari Negeri Kapilawastu.
Relief tersebut berjumlah 120 pigura, yang berakhir dengan wejangan
pertama,yang secara simbolis dinyatakan sebagai Pemutaran Roda Dharma,ajaran
Sang Buddha di sebut dharma yang juga berarti “hukum”, edangkan dharma
dilambangkan sebagai roda.
Jataka dan Awadana.Jataka adalah
berbagai cerita tentang Sang Buddha sebelum dilahirkan sebagai Pangeran
Siddharta.Isinya merupakan pokok penonjolan perbuatan-perbuatan baik, seperti
sikap rela berkorban dan suka menolong yang membedakan Sang Bodhisattwa dari
makhluk lain manapun juga. Beberapa kisah Jataka menampilkan kisah fabel yakni kisah
yang melibatkan tokoh satwa yang bersikap dan berpikir seperti manusia.
Sesungguhnya,pengumpulan jasa atau perbuatan baik merupakan tahapan persiapan
dalam usaha menuju ketingkat ke-Buddha-an.
Sedangkan Awadana, pada dasarnya hampir sama dengan
Jataka akan tetapi pelakunya bukan Sang Bodhisattwa, melainkan orang lain dan
ceritanya dihimpun dalam kitab Diwyawadana yang
berarti perbuatan mulia kedewaan, dan kitab Awadanasataka atau seratus cerita
Awadana.Pada relief candi Borobudur Jataka dan Awadana, diperlakukan sama,
artinya keduanya terdapat dalam deretan yang sama tanpa dibedakan. Himpunan
yang paling terkenal dari kehidupan Sang Bodhisattwa adalah Jatakamala atau
untaian cerita Jataka, karya penyair Aryasura yang hidup dalam abad ke-4
Masehi.
Gandawyuha.Merupakan deretan relief menghiasi dinding
lorong ke-2, adalah cerita Sudhana yang
berkelana tanpa mengenal lelah dalam usahanya mencari Pengetahuan Tertinggi
tentang Kebenaran Sejati oleh Sudhana. Penggambarannya dalam 460 pigura
didasarkan pada kitab suci Buddha Mahayana yang berjudul Gandawyuha, dan untuk
bagian penutupnya berdasarkan cerita kitab lainnya yaitu Bhadracari
Pemugaran Candi
Borobudur
Pemugaran candi Borobudur dimulai tanggal 10 Agustus 1973
prasasti dimulainya pekerjaan pemugaran candi Borobudur terletak di sebelah
Barat Laut menghadap ke Timur, karyawan pemugaran tidak kurang dari 600 orang
diantaranya ada tenaga-tenaga muda lulusan SMA dan SIM bangunan yang memang
diberikan pendidikan khususnya mengenai teori dan praktek dalam bidang Chemika
Arkeologi (CA) dan Teknologi Arkeologi (TA).
Teknologi Arkeologi bertugas membongkar dan memasang
batu-batu candi Borobudur sedangkan Chemika Arkeologi bertugas membersihkan
serta memperbaiki batu-batu yang sudah retak dan pecah,pekerjaan-pekerjaan di atas
bersifat arkeologi semua ditangani oleh badan pemugaran candi Borobudur,
sedangkan pekerjaan yang bersifat teknis seperti penyediaan transportasi
pengadaan bahan-bahan bangunan ditangani oleh kontraktor (PT. NIDYA KARYA dan
THE CONTRUCTION and DEVELOVMENT CORPORATION OF THE FILIPINE).Bagian-bagian
candi Borobudur yang dipugar ialah bagian Rupadhatu yaitu tempat tingkat dari
bawah yang berbentuk bujur sangkar,sedangkan kaki candi Borobudur serta teras
I, II, III dan stupa induk ikut dipugar, pemugaran selesai pada tanggal 23
Februari 1983 M di bawah pimpinan Dr. Soekmono dengan ditandai sebuah batu
prasasti peresmian selesainya pemugaran berada di halaman barat dengan batu
yang sangat besar dibuatkan dengan dua bagian satu menghadap ke Utara satu lagi
menghadap ke Timur penulisan dalam prasasti tersebut ditangani langsung oleh
tenaga yang ahli dan terampil dari Yogyakarata yang bekerja pada proyek
pemugaran candi Borobudur.
Pemugaran Pertama Candi
Borobudur
Karena keadaan Candi Borobudur kian memburuk maka pada
tahun 1900 dibentuk suatu panitia khusus, diketuai Dr. J.L.A. Brandes. Sangat
disayangkan bahwa Dr. J.L.A. Brandes meniggal tahun 1905 namun laporan bersama
yang disusun tahun 1902 membuahkan rancangan pemugaran. Tahun 1907 dimulai
pemugaran besar-besaran yang pertama kali dan dipimpin oleh Van Erp. Pekerjaan
ini berlangsung selama empat tahun sampai tahun 1911 dengan biaya sekitar
100.000 Gulden dan sepersepuluhnya digunakan untuk pemotretan.
Kegiatan Van Erp antara lain memperbaiki system drainase,saluran-saluran
pada bukit diperbaiki dan pembuatan canggal untuk mengarahkan aliran air hujan.
Pada tingkat rupadhatu, lantai yang melesak diratakan dengan menutup bagian
yang melesak dengan campuran pasir dan tras atau semen sehingga air hujan
mengalir melalui dwarajala atau gorgoyie.Batu-batu yang runtuh dikembalikan dan
beberapa bagian yang miring atau membahayakan diberi penguat. Pada tingkat
rupadhatu, 72 buah stupa terus dibongkar dan disusun kembali setelah dasarnya
di ratakan, demikian juga pada stupa induknya.
Pada tahun 1926 diadakan pengamatan,diketahui adanya
pengrusakan sengaja yang dilakukan oleh wisatawan asing yang rupanya ingin
memiliki tanda mata dari Borobudur. Kemudian pada tahun 1926 dibentuklah
panitia khusus untuk mengadakan penelitian terhadap batu dan relief-reliefnya.
Penelitian panitia menyimpulkan ada tiga macam kerusakan yang masing-masing di
sebabkan oleh:
a. Korosi, yang
disebabkan oleh pengaruh iklim;
b. Kerja
mekanis,yang disebabkan tangan manusia atau kekuatan lain yang datang dari luar
c. Kekuatan
tekanan,kerusakan karena tertekan atau tekanan batu-batunya berupa
retak-retak,bahkan pecah.
Pemugaran Kedua Candi Borobudur
Usaha penyelamatan berikutnya dilakukan pada tahun 1963
oleh pemerintah Republik Indonesia dengan adanya pemberontakan G-30-S/PKI.Pada
tahun 1968 Pemerintah Republik Indonesia membentuk Panitia Nasional untuk
membantu melaksanakan pemugaran Candi Borobudur. Pada tahun itu juga UNISCO
akan membantu pemugaran.Pada tahun 1969 Presiden membubarkan Panitia Nasional
dan membebankan tugasnya kepada Mentri Perhubungan, bahkan pada tahun 1970 atas
prakarsa UNISCO diadakan diskusi panel di Yogyakarta untuk membahas rencana
pemugaran.Kesepakatan yang diperoleh adalah membongkar dan kemudian memasang
kembali batu-batu bagian Rupadhatu.
Kemudian pada tanggal 10 Agustus 1973 Presiden Soeharto
meresmikan dimulainya pemugaran Candi Borobudur. Persiapan pemugaran memakan
waktu selama dua tahun dan kegiatan fisiknya yaitu dimulai pembongkaran
batu-batu candi dimulai tahun 1975. Dengan menggerakan lebih dari 600 pekerja
serta batu sebanyak 1 juta buah. Bangunan Candi yang di pugar adalah bangunan
rupadhatu yaitu empat tingkat dari bawah yang berbentuk bujur sangkar.Kegiatan
ini memakan waktu 10 tahun. Dan pada tanggal 23 Februari 1983 pemugaran Candi
Borobudur dinyatakan selesai dengan diresmikan oleh Presiden Soeharto dengan
ditandai penandatangan prasati. Usaha-usaha menyelamatkan Candi Borobudur
dengan berjuta-juta dollar mempunyai banyak manfaat bagi bangsa ini. Menurut
Prof. Soekmono, sesungguhnya Candi Borobudur mempunyai nilai lain dari
pada sekedar sebagai objek wisata yaitu sebagai benteng pertahanan budaya kita.
Seperti peninggalan purbakala lainnya, Candi Borobudur menjadi penegak
kepribadian bangsa kita dan candi sebagai bukti nyata dari prasasti nenek
moyang kita sehingga menjadi kewajiban dan tanggung jawab bangsa kita untuk
meneruskan keagungan Candi Borobudur kepada anak cucu kita.
Struktur
Bangunan Candi Borobudur
Monumen ini
dilengkapi dengan sistem drainase yang cukup baik untuk wilayah dengan
curah hujan yang tinggi. Untuk mencegah genangan dan kebanjiran, 100 pancuran
dipasang disetiap sudut, masing-masing dengan rancangan yang unik berbentuk
kepala raksasa makara. Sekitar 55.000 meter kubik batu andesit diangkut
dari tambang batu dan tempat penatahan untuk membangun monumen ini. Batu ini
dipotong dalam ukuran tertentu, diangkut menuju situs dan disatukan tanpa
menggunakan semen.Struktur Borobudur tidak memakai semen sama sekali, melainkan
sistem interlock (saling kunci) yaitu seperti balok-balok
lego yang bisa menempel tanpa perekat.Batu-batu ini disatukan dengan
tonjolan dan lubang yang tepat dan muat satu sama lain, serta bentuk "ekor
merpati" yang mengunci dua blok batu.Relief dibuat di lokasi setelah
struktur bangunan dan dinding rampung.
Borobudur amat
berbeda dengan rancangan candi lainnya, candi ini tidak dibangun di atas
permukaan datar, tetapi di atas bukit alami. Akan tetapi teknik pembangunannya
serupa dengan candi-candi lain di Jawa. Borobudur tidak memiliki ruang-ruang
pemujaan seperti candi-candi lain. Yang ada ialah lorong-lorong panjang yang
merupakan jalan sempit. Lorong-lorong dibatasi dinding mengelilingi candi
tingkat demi tingkat. Secara umum rancang bangun Borobudur mirip dengan
piramida berundak. Di lorong-lorong inilah umat Buddha diperkirakan
melakukan upacara berjalan kaki mengelilingi candi ke arah kanan.Borobudur
mungkin pada awalnya berfungsi lebih sebagai sebuah stupa, daripada kuil
atau candi.Stupa memang dimaksudkan sebagai bangunan suci untuk memuliakan
Buddha. Terkadang stupa dibangun sebagai lambang penghormatan dan pemuliaan
kepada Buddha. Sementara kuil atau candi lebih berfungsi sebagai rumah ibadah.
Rancangannya yang rumit dari monumen ini menunjukkan bahwa bangunan ini memang
sebuah bangunan tempat peribadatan. Bentuk bangunan tanpa ruangan dan struktur
teras bertingkat-tingkat ini diduga merupakan perkembangan dari bentuk punden
berundak, yang merupakan bentuk arsitektur asli dari masa prasejarah Indonesia.
Menurut legenda
setempat arsitek perancang Borobudur bernama Gunadharma, sedikit yang diketahui
tentang arsitek misterius ini. Namanya lebih berdasarkan dongeng dan
legenda Jawa dan bukan berdasarkan prasasti bersejarah. Legenda Gunadharma
terkait dengan cerita rakyat mengenai perbukitan Menoreh yang bentuknya
menyerupai tubuh orang berbaring. Dongeng lokal ini menceritakan bahwa tubuh
Gunadharma yang berbaring berubah menjadi jajaran perbukitan Menoreh, tentu
saja legenda ini hanya fiksi dan dongeng belaka.
Perancangan
Borobudur menggunakan satuan ukur tala, yaitu panjang wajah manusia
antara ujung garis rambut di dahi hingga ujung dagu, atau jarak jengkal antara
ujung ibu jari dengan ujung jari kelingking ketika telapak tangan dikembangkan
sepenuhnya. Tentu saja satuan ini bersifat relatif dan sedikit berbeda
antar individu, akan tetapi satuan ini tetap pada monumen ini. Penelitian pada
1977 mengungkapkan rasio perbandingan 4:6:9 yang ditemukan di monumen ini.
Arsitek menggunakan formula ini untuk menentukan dimensi yang tepat dari suatu
fraktal geometri perulangan swa-serupa dalam rancangan
Borobudur. Rasio matematis ini juga ditemukan dalam rancang bangun Candi
Mendut dan Pawon di dekatnya. Arkeolog yakin bahwa rasio 4:6:9 dan satuan tala memiliki
fungsi dan makna penanggalan, astronomi, dan kosmologi.
B. Taman Pintar

Latar Belakang Taman Pintar
Sejak terdirinya ledakan perkembangan sais, sekitar tahun
90-an, terutama teknologi informasi pada giliranya telah menghantarkan
peradaban manusia menuju area tanpa batas Perkembangan Sains ini adalah sesuatu
yang patut disyukuri dan tentunya menjanjikan kemudahan-kemudahan bagi bagi
perbaikan kualitas hidup manusia.
Menghadapi realitas perkembangan dunia semacam itu dan
wujud kepedulian terhadap pendidikan, maka pemerintah kota Yogyakarta menggas
sebuah ide untuk pembangunan “Taman Pintar” Dengan target pembangunan taman
pintar adalah memperkenalkan Science kepada siswa dari dini, harapan lebih
luas, kreatifitas anak didik terus diasah, sehingga bangsa Indonesia tidak
hanya menjadi sasaran ekspoliasi pasar teknologi sendiri. Bangunan taman pintar
ini dibangun adanya keterkaitan yang erat anatara taman pintar dengan fungsi
dan kegiatan bangunan disekitarnya, seperti taman budaya dan Benteng Vrebuderg
Sudibyo.
Pembangunan tahap II adalah gedung oval lantai I dan II.
Serta gedung kotak lantai I diresmikan dalam Soft Opening II tanggal 9 Juni
2007 oleh Mendiknas Bambang Sudibyodan Menristek Kusmanto Kadiman serta
dihadiri oleh Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengkubono X.
Pembangunan tahap III adalah : gedung kotak lantai II dan
III tampak Presiden dan gedang memorabilia. Dengan selesainya tahapan
pembangunan, grand opening taman pintar dilaksanakan pada tanggal, 16 Desember
2008 yang diresmikan oleh Presiden RI, Susilo Bambang Yudoyono.
Logo Taman Pintar
Kembang api adalah simbolisasi dari intelegensi,dalam
imajinasi bahasa Jawa, kembang api menggambarkan “MLETIK = Pintar = PADHANG MAK
BYAR = Pintar”.Kembang api merupakan sesuatu yang menyenangkan, menghibur,
sesuai dengan visi taman pintar sebagai wahana ekspresi, apresiasi, dan kreasi
sains dalam suasana yang menyenangkan.
Gambar logo yang keluar mengandung makna “OUT WARD
LOOKING”, selalu melihat keluar untuk terus belajar mengikuti dinamika
perubahan diluar dirinya. Gambar logo tampak seperti matahari mengandung makna
menyinari sepanjang masa.Efek Perspektif adalah simbolisasi sesuatu yang tinggi
“cita – cita”, pengharapan bak taman pintar akan generasi muda Indonesia,
khususnya Yogyakarta dalam meraih cita-citanya.
Wahana gabungan HIJAU – BIRU melambangkan pertumbuhan tak
terbatas. Maskof taman pintar adalah burung hantu bernama tepi. Burung hantu
adalah spesies burung yang banyak melakukan aktifitas di malam hari. Dengan
kepekaan yang dimilikinya. Ia mempelajari dalam sekitarnya dengan merasakan
semua kejadian alam yang ada di sekelilingnya.
Zona Yang Ada Di Dalam Taman Pintar
1. Playground Sebagai ruang publik dan penyambutan bagi
pengunjung Taman Pintar. Menyediakan berbagai peralatan peraga yang
menyenangkan bagi anak dan keluarga. Dapat diakses secara cuma-cuma/gratis
2. Gedung PAUD Barat dan Gedung PAUD TimurMenampilkan
peralatan peraga dan permainan edukasi bagi anak-anak, khususnya anak usia
Pra-TK sampai dengan TK.
3. Gedung Oval – Kotak Menampilkan berbagai peralatan
peraga berbasis edukasi sains yang dikemas menyenangkan dan dapat diperagakan.
Dapat diakses oleh semua lapisan pengunjung.
4. Gedung Memorabilia Menampilkan peralatan peraga
tentang pengetahuan sejarah Indonesia, seperti sejarah Kasultanan dan Paku
Alaman Yogyakarta, Tokoh-tokoh Pendidikan, dan Tokoh-tokoh Presiden RI hingga
saat ini.
5. Planetarium Menampilkan peralatan peraga berbentuk
pertunjukan film pengetahuan tentang antariksa dan tata surya.
C. Malioboro

Sejarah Malioboro
Jalan Malioboro adalah saksi sejarah perkembangan Kota
Yogyakarta dengan melewati jutaan detik waktu yang terus berputar hingga
sekarang ini. Membentang panjang di atas garis imajiner Kraton Yogyakarta, Tugu
dan puncak Gunung Merapi. Malioboro adalah detak jatung keramaian kota Yogyakarta
yang terus berdegup kencang mengikuti perkembangan jaman. Sejarah penamaan
Malioboro terdapat dua versi yang cukup melegenda, pertama diambil dari nama
seorang bangsawan Inggris yaitu Marlborough, seorang residen Kerajaan Inggris
di kota Yogjakarta dari tahun 1811 M hingga 1816 M. Versi kedua dalam bahasa
sansekerta Malioboro berarti “karangan bunga” dikarenakan tempat ini dulunya
dipenuhi dengan karangan bunga setiap kali Kraton melaksanakan perayaan. Lebih
dari 250 tahun yang lalu Malioboro telah menjelma menjadi sarana kegiatan
ekonomi melalui sebuah pasar tradisional pada masa pemerintahan Sri Sultan
Hamengkubuwono I. Dari tahun 1758 – sekarang Malioboro masih terus bertahan
dengan detak jantung sebagai kawasan perdagangan.
Sejak awal degup jantung Malioboro berdetak telah menjadi
pusat pemerintahan dan perekonomian perkotaan. Setiap bagian dari jalan
Malioboro ini menjadi saksi dari sebuah jalanan biasa hingga menjadi salah satu
titik terpenting dalan sejarah kota Yogyakarta dan Indonesia. Bangunan Istana
Kepresidenan Yogyakarta yang dibangun tahun 1823 menjadi titik penting sejarah
perkembangan kota Yogyakarta yang merupakan soko guru Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Dari bangunan ini berbagai perisitiwa penting sejarah
Indonesia dimulai dari sini. Pada tanggal 6 Januari 1946, Yogyakarta resmi
menjadi ibukota baru Republik Indonesia yang masih muda. Istana Kepresidenan
Yogyakarta sebagai kediaman Presiden Soekarno beserta keluarganya. Pelantikan
Jenderal Soedirman sebagai Panglima Besar TNI (pada tanggal 3 Juni 1947),
diikuti pelantikan sebagai Pucuk Pimpinan Angkatan Perang Republik Indonesia
(pada tanggal 3 Juli 1947), serta lima Kabinet Republik yang masih muda itu pun
dibentuk dan dilantik di Istana ini pula. Benteng Vredeburg yang berhadapan dengan
Gedung Agung. Bangunan yang dulu dikenal dengan nama Rusternburg
(peristirahatan) dibangun pada tahun 1760. Kemegahan yang dirasakan saat ini
dari Benteng Vredeburg pertama kalinya diusulkan pihak Belanda melalui Gubernur
W.H. Van Ossenberch dengan alasan menjaga stabilitas keamanan pemerintahan
Sultan HB I. Pihak Belanda menunggu waktu 5 tahun untuk mendapatkan restu dari
Sultan HB I untuk menyempurnakan Benteng Rusternburg tersebut. Pembuatan
benteng ini diarsiteki oleh Frans Haak. Kemudian bangunan benteng yang baru
tersebut dinamakan Benteng Vredeburg yang berarti perdamaian.
Sepanjang jalan Malioboro adalah penutur cerita bagi
setiap orang yang berkunjung di kawasan ini, menikmati pengalaman wisata
belanja sepanjang bahu jalan yang berkoridor (arcade). Dari produk kerajinan
lokal seperti batik, hiasan rotan, wayang kulit, kerajinan bambu (gantungan
kunci, lampu hias dan lain sebagainya) juga blangkon (topi khas Jawa/Jogja)
serta barang-barang perak, hingga pedagang yang menjual pernak pernik umum yang
banyak ditemui di tempat lain. Pengalaman lain dari wisata belanja ini ketika
terjadi tawar menawar harga, dengan pertemuan budaya yang berbeda akan terjadi
komunikasi yang unik dengan logat bahasa yang berbeda. Jika beruntung, bisa
berkurang sepertiga atau bahkan separohnya. Tak lupa mampir ke Pasar
Beringharjo, di tempat ini kita banyak dijumpai beraneka produk tradisional
yang lebih lengkap. Di pasar ini kita bisa menjumpai produk dari kota tetangga
seperti batik Solo dan Pekalongan. Mencari batik tulis atau batik print, atau
sekedar mencari tirai penghias jendela dengan motif unik serta sprei indah
bermotif batik. Tempat ini akan memuaskan hasrat berbelanja barang-barang unik
dengan harga yang lebih murah. Berbelanja di kawasan Malioboro serta Beringharjo,
pastikan tidak tertipu dengan harga yang ditawarkan. Biasanya para penjual
menaikkan harga dari biasanya bagi para wisatawan.
Malioboro terus bercerita dengan kisahnya, dari pagi
sampai menjelang tengah malam terus berdegup mengiringi aktifitas yang silih
berganti. Tengah malam sepanjang jalan Malioboro mengalun lebih pelan dan
tenang. Warung lesehan merubah suasana dengan deru musisi jalanan dengan
lagu-lagu nostalgia. Berbagai jenis menu makanan ditawarkan para pedagang
kepada pengunjung yang menikmati suasana malam kawasan Malioboro.
Perjalanan terus berlanjut sampai dikawasan nol kilometer kota
Yogyakarta, yang telah mengukir sejarah di setiap ingatan orang-orang yang
pernah berkunjung ke kota Gudeg ini. Bangunan-bangunan bersejarah menjadi penghuni
tetap kawasan nol kilometer yang menjamu ramah bagi pengunjung yang memiliki
minat di bidang arsitektur dan fotografi.
Asal Usul Jalan Malioboro
Asal usul malioboro Asal usul malioboro – Malioboro
adalah sebuah Jalan sepanjang tidak lebih dari 2 Kilo Meter yang membentang
mulai dari persimpangan Rel Kereta Api Stasiun Tugu Yogyakarta diujung utara
hingga pertigaan pojokan Gedung Agung diujung Selatan. Malioboro adalah sebuah
Jalan legendaris yang menjadi ikon Kota Yogyakarta dengan kehidupan kontras antara
siang dan malamnya. Saat siang hari, ruas Jalan Malioboro dipadati kendaraan
para pelancong maupun warga Yogyakarta yang beraktifitas disekitar Jalan
Malioboro, sementara dikanan-kiri jalan adalah toko-toko berbagai macam
kebutuhan pokok, serta sepanjang trotoar kaki limanya dijejali
lapak-lapak penjaja souvenir khas Yogyakarta, kemudian diujung selatannya ada
pasar Beringharjo, tak ketinggalan sejumlah pusat perbelanjaan dan hotel yang
mengguratkan kehidupan perekonomian warga Yogyakarta. Sebaliknya pada malam
hari, Malioboro dipenuhi aroma berbagai sajian kuliner yang menggugah selera,
yang terhampar di ratusan tikar Warung lesehan dengan menu khas Gudeg Yogya,
Bakmi Jawa, dan berbagai pilihan Ayam/ Burung dara/ Bebek bakar dan goreng.
Keriuhan suasana lesehan akan ditimpali oleh alunan sejumlah seniman yang
melantunkan musik dan lagu secara nomaden….dalam istilah kuno disebut sebagai
“mbarang” atau pengamen. Sejarah Asal usul malioboro Jogja Ditinjau dari segi
bahasa, kata malioboro berasal dari bahasa sansakerta yg berarti karangan
bunga. Dahulu kawasan Malioboro dikembangkan oleh Sri Sultan HB I pada th 1758,
kawasan itu sebelumnya dipakai untuk sarana perdagangan melalui pasar
tradisional, dahulu di kawasan itu banyak terdapat karangan bunga sebagai daya
tarik, maka sangat wajar jika kemudian kawasan itu dinamakan Malioboro.Ditinjau
dari segi letaknya, Malioboro berada berada segaris dengan gunung merapi,
kraton dan pantai parang tritis jogja. Asal usul malioboro Malioboro terletak
800 meter dari Kraton Ngayogyokarto Hadiningrat. Jalan maliboro yogyakarta
dulunya pernah menjadi basis perjuangan tentara Indonesia saat terjadi agresi
militer belanda. Jalan malioboro diapit oleh bangunan gedung perkantoran dan
gedung pertokoan sehingga malioboro bisa berkembang menjadi pusat bisnis
seperti sekarang ini di Yogyakarta. Malioboro juga menjadi tempat berkumpulnya
para seniman dan sastrawan dari berbagai daerah yang bermukim di Yogyakarta,
ujar suwarto 54 warga jogja yang berprofesi sebagai tukang becak di kawasan
malioboro.
Kawasan Malioboro sebagai salah satu kawasan wisata
belanja andalan kota Jogja, ini didukung oleh adanya pertokoan, rumah makan,
pusat perbelanjaan, dan tak ketinggalan para pedagang kaki limanya. Untuk
pertokoan, pusat perbelanjaan dan rumah makan yang ada sebenarnya sama seperti
pusat bisnis dan belanja di kota-kota besar lainnya, yang disemarakan dengan
nama-merk besar dan ada juga nama-nama lokal. Barang yang diperdagangkan dari
barang import maupun lokal, dari kebutuhan sehari-hari sampai dengan barang
elektronika, mebel dan lain sebagainya. Juga menyediakan aneka kerajinan, misal
batik, wayang, ayaman, tas dan lain sebagainya. Terdapat pula tempat penukaran
mata uang asing, bank, hotel bintang lima hingga tipe melati. Keramaian dan semaraknya
Malioboro juga tidak terlepas dari banyaknya pedagang kaki lima yang berjajar
sepanjang jalan Malioboro menjajakan dagangannya, hampir semuanya yang
ditawarkan adalah barang/benda khas Jogja sebagai souvenir/oleh-oleh bagi para
wisatawan. Mereka berdagang kerajinan rakyat khas Jogjakarta, antara lain
kerajinan ayaman rotan, kulit, batik, perak, bambu dan lainnya, dalam bentuk
pakaian batik, tas kulit, sepatu kulit, hiasan rotan, wayang kulit, gantungan
kunci bambu, sendok/garpu perak, blangkon batik [semacan topi khas Jogja/Jawa],
kaos dengan berbagai model/tulisan dan masih banyak yang lainnya. Para pedagang
kaki lima ini ada yang menggelar dagangannya diatas meja, gerobak adapula yang
hanya menggelar plastik di lantai. Sehingga saat pengunjung Malioboro cukup
ramai saja antar pengunjung akan saling berdesakan karena sempitnya jalan bagi
para pejalan kaki karena cukup padat dan banyaknya pedagang di sisi kanan dan
kiri. Dan ini juga perlu di waspadai atau mendapat perhatian khusus karena
kawasan Malioboro menjadi rawan akan tindak kejahatan, ini terbukti dengan
tidak sedikitnya laporan ke pihak kepolisian terdekat soal pencopetan atau
penodongan, dan tidak jarang pula wisatan asing juga menjadi korban kejahatan
dan ini sangat memalukan sebenarnya.
Manfaat Malioboro
Berkembang pesatnya Malioboro sebagai denyut nadi
perdagangan dan pusat belanja, menuntut macam-macam pelayanan dan fasilitas
yang semakin meningkat baik jumlah dan ragamnya. Hal ini memberi dampak positif
dari segi ekonomi bagi penduduk, pengusaha dan pemerintah setempat seperti:
1. Penerimaan
Devisa : Masuknya wisatawan mancanegara akan membawa valuta asing, yang berarti akan
memperkuat neraca pembayaran dan perdagangan. Penerimaan devisa negara dari
pariwisata bersumber dari : Uang yang dikeluarkan atau dibelanjakan oleh
wisatawan asing selama yang bersangkutan melakukan kunjungan, berupa
pengeluaran untuk penginapan (akomodasi), makan dan minum, transportasi lokal
dan tour, cenderamata, tip, dan lain-lain. Biaya yang diterima oleh perusahaan
penerbangan dimana wisatawan yang berkunjung dimasukkan sebagai penerimaan sektor
pariwisata. Investasi bidang pariwisata. Biaya promosi pariwisata dari negara
lain.
2. Kesempatan
Berusaha : Kesempatan berusaha menjadi terbuka luas, baik usaha yang
langsung untuk memenuhi kebutuhan wisatawan maupun yang tidak langsung.
Lapangan usaha langsung seperti usaha akomodasi, restoran dan rumah makan, biro
perjalanan, toko cenderamata, sanggar-sanggar kerajinan dan seni, pramuwisata,
pusat perbelanjaan, dan lain sebagainya. Lapangan usaha tidak langsung seperti
pertanian, perikanan, peternakan, perindustrian dan kerajinan, industri olah
raga, industri pakaian jadi, dan lapangan usaha lain yang berkaitan dengan
kebutuhan manusia.
3. Terbukanya
Lapangan Kerja : Luasnya kesempatan dalam berusaha, berarti akan membuka
lapangan kerja baik lapangan kerja diberbagai usaha yang langsung memenuhi
kebutuhan wisatawan maupun yang tidak langsung. Sektor pariwisata
merupakan sektor padat karya, karena kegiatannya lebih banyak pelayanan jasa
yang membutuhkan tenaga manusia. Lapangan kerja yang tidak langsung seperti
peternak, petani sayur mayur, pengrajin, seniman, penjual eceran, dan lain-lain
yang menyerap banyak tenaga kerja.
4. Meningkatnya
Pendapatan Masyarakat Dan Pemerintah : Wisatawan yang datang
berkunjung akan mengeluarkan sebagian dari uangnya untuk keperluan selama
perjalanannya. Hal ini akan menambah pendapatan masyarakat setempat, seperti
biaya penginapan, angkutan local, makan minum, cenderamata dan pembelian
jasa-jasa, dan barang lainnya. Disamping itu pemerintah setempat pun akan
memperoleh pendapatan berupa pajak-pajak dari perusahaan dan dari uang asing
yang dibelanjakan oleh wisatawan.
5. Mendorong
Pembangunan Daerah : Berkembangnya kepariwisataan di daerah akan
mendorong pemerintah daerah dan masyarakat mempersiapkan dan membangun
prasarana dan sarana yang diperlukan seperti pembangunan dan perbaikan jalan,
instalasi air, instalasi listrik, pembenahan obyek dan daya tarik wisata,
perbaikan lingkungan, pengkondisian masyarakat, penataan kelembagaan dan
pengaturan, dan lain sebagainya. Selain itu juga akan mendorong investor untuk
menanamkan modalnya dalam pembangunan obyek dan daya tarik wisata, usaha sarana
akomodasi, usaha jasa biro perjalanan, restoran dan rumah makan serta
lain-lain.
6. Dengan adanya
tempat pariwisata Malioboro ini maka pembangunan dan pengembangan pariwisata
akan mempunyai dampak positif dalam bidang sosial budaya, seperti : Pelestarian
budaya dan adat istiadat salah satu sasaran wisatawan dalam melakukan
perjalanan adalah untuk menikmati, mengagumi dan mempelajari kebudayaan,
dan adat istiadat serta sejarah suatu bangsa.
7. Oleh karena itu
seni dan budaya serta tata cara hidup yang unik dan khas perlu dipertahankan
dan dikembangkan. Apalagi Yogyakarta terkenal dengan kota yang penuh dengan
seniman jalanan serta orang-orangnya yang ramah. Itu menyebabkan akan lebih
banyak lagi wisatawan yang ingin berkunjung ke Yogyakrta. Hal tersebut dapat
meningkatkan kecerdasan masyarakat yang dikunjungi karena penduduk asli akan
banyak belajar dari wisatawan yang berkunjung, demikian pula dengan yang datang
berkunjung akan banyak belajar dari kunjungannya dengan cara melihat,
mendengar, dan merasakan segala sesuatu yang dijumpai selama dalam
perjalanannya. Dengan demikian, pengembangan pariwisata merupakan salah satu
cara untuk menambah pengetahuan dan pengalaman.
8. Dampak positif
lainnya dengan adanya tempat pariwisata yaitu dapat mengurangi konflik sosial
sering terjadi saling curiga antara suatu penduduk dengan penduduk lainnya,
karena kurang saling mengenal, baik dalam soal adatistiadat, budaya sejarah,
kebiasaan maupun perbedaan tingkat sosial. Salingberkunjung melalui berwisata
dapat mengurangi atau menghilangkan saling curiga dan kecemburuan sosial,
karena terjadinya komunikasi dan saling mengenal satu sama lainnya.
D.
Museum Dirgantara Mandala

Sejarah
Museum Dirgantara Maland
Atas gagasan
pimpinan TNI
AU, maka didirikanlah Museum Pusat TNI AU “Dirgantara Mandala” sebagai
tempat untuk mengabadikan dan mendokumentasikan seluruh kegiatan dan peristiwa
bersejarah di lingkungan TNI AU. Museum ini telah diresmikan pada tanggal 4 April 1969 oleh Panglima Angkatan Udara Laksamana Roesmin
Noerjadin. Awalnya, museum berada di Jalan Tanah Abang Bukit, Jakarta. Akan
tetapi, museum kemudian dipindahkan ke Yogyakarta karena dianggap sebagai
tempat penting lahirnya TNI AU dan pusat kegiatan TNI AU. Dengan pertimbangan
bahwa koleksi Museum Pusat TNI AU “Dirgantara Mandala”, terutama Alutsista
Udara berupa pesawat terbang yang terus berkembang sehingga gedung museum di
Kesatrian AKABRI Bagian Udara tidak dapat menampung dan pertimbangan lokasi museum
yang sukar dijangkau pengunjung, maka Pimpinan TNI-AU memutuskan untuk
memindahkan museum ini lagi.
Pimpinan TNI-AU kemudian
menunjuk gedung bekas pabrik gula di Wonocatur Lanud Adisutjipto yang pada masa
pendudukan Jepang digunakan sebagai gudang logisitik sebagai Museum Pusat
TNI-AU Dirgantara Mandala. Pada tanggal 17
Desember 1982, Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal TNI Ashadi
Tjahjadi menandatangani sebuah prasasti. Hal ini diperkuat dengan
surat perintah Kepala Staf TNI-AU No.Sprin/05/IV/1984 tanggal 11 April 1984
tentang rehabilitasi gedung ini untuk dipersiapkan sebagai gedung permanen
Museum Pusat TNI-AU Dirgantara Mandala. Dalam perkembangan selanjutnya pada
tanggal 29
Juli 1984 Kepala Staf TNI-AU Marsekal TNI Sukardimeresmikan penggunaan
gedung yang sudah direnovasi tersebut sebagai gedung Museum Pusat TNI AU
“Dirgantara Mandala” dengan luas area museum seluruhnya kurang lebih 4,2 Ha.
Luas bangunan seluruhnya yang digunakan 8.765 M2.
Fasilitas
Museum Dirgantara Mandala
Pameran museum merupakan suatu sistem
penyajian koleksi atau suatu kegiatan teknis penataan koleksi pada suatu ruang
pameran tetap maupun tidak tetap yang dapat diatur berdasarkan suatu sistem
tertentu sehingga menjadi suatu kesatuan yang harmonis, komunikatif, informatif
dan edukatif. Tujuan umum dari pameran ini adalah untuk memberikan informasi
yang cukup tentang benda-benda koleksi kepada pengunjung. Tujuan utama dari
tata pameran adalah bahwa pameran harus dapat berkomunikasi dengan publik
pengunjungnya. Penyelenggaraan pameran harus memperhatikan hal-hal yang
berkaitan dengan kebutuhan fisik, intelektual dan emosional dari publiknya.
Mengingat bahwa tidak semua koleksi yang
mendukung bukti sejarah dipamerkan pada satu ruang, maka koleksi tersebut
dikelompokkan pada beberapa ruang. Peristiwa yang memiliki bukti berupa gambar,
divisualisasikan dalam bentuk diorama yang bersifat imajiner. Berbagai jenis koleksi
berusaha untuk dikumpulkan, dirawat dan dipamerkan mulai dari pesawat terbang,
pakaian, dan tanda pangkat, foto-foto, alat komunikasi, senjata, dan beberapa
visualisasi peristiwa melalui diorama serta koleksi-koleksi lainnya. Koleksi
yang telah terkumpul digelar dan dipamerkan di dalam museum, masing-masing
ruangan memiliki nama sebagai berikut :
Ruang Utama, memuat koleksi lambang
TNI-AU beserta jajarannya, Para Pahlawan Nasional dari TNI- AU, foto Kepala
Staf TNI AU dan para tokoh penerima Bintang Swa Bhuwana Paksa, serta
tanda-tanda kehormatan militer.
Ruang Kronologi, yang menggambarkan
sejarah perjuangan dan perkembangan TNI-AU mulai dari Proklamasi Kemerdekaan RI
tahun 1945.
Ruang
Seragam TNI AU, di ruangan ini memuat Berbagai seragam yang pernah digunakan
TNI AU sejak tahun 1945 hingga saat ini.
Ruang Kotama dan Ruang Kasau, memuat
koleksi dan benda-benda yang berkaitan denagan Kotama di ajaran TNI-AU,
diantaranya; Korpaskhasau, Kodikau, AAU, Seskoau, Koharmatau, Koopsau,
Kohanudnas dan perkembangan Sekolah Penerbang TNI Angkatan Udara serta
barang-barang dan benda yang pernah dipakai oleh Para Mantan Kasau.
Ruang Alutsista, memuat koleksi alat
utama system senjata udara yang pernah digunakan oleh TNI-AU dari tahun 1945
hingga tahun 1970-an berupa pesawat, radar, peluru kendali dan roket.
Ruang
Diorama ,menampilkan perkembangan dan berbagai kegiatan TNI AU, serta SKSD
Palapa .
Ruang Minat Dirgantara, memuat tentang
lambang-lambang skadron udara dan jenis pesawat pendukungnya, Pesawat Starlite
serta koleksi buku-buku terbitan TNI-AU.
Pada halaman gedung dipajang pesawat
Tupolev TU-16 B KS, UF 1 Albatros, PBY-5A Catalina dan peluru kendali SA-75,
pesawat A-4 Skayhawk dan Pesawat OV-10 Bronco yang merupakan koleksi pesawat
terbaru dipajang di depan gedung museum pada bulan Januari 2011.
Dalam rangka melengkapi fasilitas museum
sebagai sarana penunjang serta untuk lebih meningkatkan penanaman minat
dirgantara pada generasi penerus, dibangun Mini Teater yang telah diresmikan
oleh Kepala Staf Anagkatan Udara Marsekal TNI Imam Sufaat S. IP pada tanggal 27
Januari 2011. Mini theater merupakan salah satu fasilitas teknologi
informasi dan multi media untuk memberikan informasi kepada para pengunjung
melalui pemutaran film tentang berbagai hal terkait kedirgantaraan. Mini
Theater bertujuan untuk menampilkan tayangan sejarah secara lebih menghibur,
mendidik, informatif, sehingga diharapkan dapat mendorong animo masyarakat
mengunjungi museum.
Museum yang di buka setiap hari mulai
pukul 08.30 s/d 15.00 tersebut memiliki berbagai pasilitas penunjang lain
seperti tempat parkir yang luas dan nyaman, sarana ibadah, toko souvenir, dan
kantin.
Pengelola
Museum Dirgantara Mandala
Museum
Pusat TNI Angkatan Udara Dirgantara Mandala (Muspusdirla) merupakan staf
pelaksana teknis dari Sub Dinas Pembinaan Mental (Subdisbintal) yang berada di
bawah Dinas Perawatan Personel TNI Angkatan Udara (Diswatpersau). Diswatpersau
sendiri merupakan pelaksanan organisasi TNI AU dalam hal penyelenggaraan
kegiatan perencanaan dan pengendalian pembinaan perawatan personel yang
meliputi pembinaan pelayanan personel, pembinaan mental personel, pembinaan
kesejahteraan dan pembinaan moril, pembinaan museum TNI AU, dan pembinaan
kemiliteran dan musik. Subdisbintal merupakan staf pelakasana Diswatpersau yang
bertugas menyelenggarakan pembinaan mental anggota TNI AU dan keluarganya,
serta pembinaan Museum TNI AU.
Berdasarkan
Pokok-Pokok Organisasi dan Prosedur Dinas Perawatan Personel TNI AU Nomor :
Kep/ 4 / III/ 2004, tanggal 1 Maret 2004 dalam rangka pelaksanaan tugas
pokoknya, Muspusdirla mempunyai kewajiban sebagai
berikut :
a. Melaksanakan
penyuluhan dan perawatan benda-benda sejarah TNI AU.
b. Melaksanakan
koordinasi dengan badan, instansi terkait didalam maupun diluar TNI AU dalam
rangka pengembangan dan pemeliharaan koleksi benda-benda sejarah.
c. Menyelenggaraan
pengelolaan museum TNI AU.
Dalam
pelaksanaan harian, Muspusdirla dipimpin oleh Kepala Museum Pusat TNI Angkatan
Udara disingkat Kamuspusdirla yang dalam pelaksanaan tugas dan kewajibannya bertanggung
jawab kepada kepala Sub Dinas Pembinaan Mental TNI AU. dan dengan dibantu oleh
:
a. Sub
Seksi Koleksi, disingkat Subsileksi
b. Sub
Seksi Konservasi, disingkat Subsivasi
c. Sub
Seksi Penyajian, disingkat Subsijian
d. Sub
Seksi Monumen Perjuangan, disingkat Subsimonjuang
e. Sub
Seksi Museum Amerta Dirgantara Mandala, disingkat Subsimustadirla
f.
Tata Administrasi dan Urusan Dalam,
disingkat Taud
Subsileksi merupakan staf pelaksana
Muspusdirla dalam penyelenggaraan mencari dan menambah koleksi museum.
Subsileksi dipimpin oleh Kepala Subsileksi Koleksi disingkat Kasubsileksi yang
dalam pelaksanaan tugasnya bertanggung jawab kepada Kamuspusdirla. Subsileksi
dalam pelaksanaan tugas kewajibannya dibantu oleh Urusan Koleksi Korporil dan
Diorama, disingkat Urleksikordio yang mempunyai tugas dalam pemeliharaan
koleksi, korporil dan diorama. Urleksikordio dipimpin oleh Kepala Urusan
Koleksi Korporil dan Diorama disingkat Kaurleksikordio. Subsiviasi adalah staf
pelaksana Muspusdirla dalam penyelenggaraan kegiatan penerimaan dan pemeliharaan
benda-benda koleksi museum. Dalam pelaksanaannya, Subsiviasi dipimpin oleh
Kepala Sub Seksi Konservasi, disingkat Kasubsiviasi yang dalam pelaksanaan
tugasnya bertanggungf jawab kepada Kamuspusdirla serta di bantu oleh Urusan
Gudang Museum disingkat Urgudmus yang bertugas dalam urusan menerima, menyimpan
dan merawat koleksi benda bersejarah. Urgudmus dipimpin oleh seorang Kepala
Urusan Gudang Museum disingkat Kaurgudmus. Subsijian adalah staf pelaksana
Muspusdirla dalam menyelenggarakan penyiapan benda-benda koleksi Muspusdirla
untuk dipamerkan. Subsijian dipimpin oleh Kepala Sub Seksi Penyajian disingkat
Kasubsijian yang dalam pelaksanaan tugasnya bertanggungjawab kepada
Kamuspusdirla. Subsijian dibantu oleh Urusan Penataan Koleksi disingkat Urtaleksi
yang di pimpin oleh Kepala Urusan Penataan Koleksi disingkat Kaurtaleksi yang
mempunyai tugas untuk mempersiapkan kelengkapan museum. Subsimonjuang adalah
staf pelaksana Muspusdirla dalam penyelenggaraan kegiatan pengelolaan dan
perawatan monumen perjuangan TNI AU. Subsimonjuang dipimpin oleh Kepala
Subseksi Monumen Perjuangan, disingkat Kasubsimonjuang dalam melaksanakan tugas
kewajibannya bertanggung jawab kepada Kamuspusdirla. Subsimonjuang dalam
melaksanakan tugasnya dibantu oleh Urusan Perawatan Monumen, disingkat
Urwatmon. Urwatmon adalah staf pelaksana Subsimonjuang yang bertugas dalam
urusan memelihara dan merawat monumen. Urwatmon dipimpin oleh Kepala Urusan
Perawatan Monumen, disingkat Kaurwatmon yang dalam melaksanakan tugas
kewajibannya bertanggung jawab kepada Kasubsimonjuang. Staf pelaksana
Muspusdirla dalam penyelenggaraan dukungan administarsi umum dan urusan dalam
Muspusdirla adalah bagian Tata Adfministrasi dan Urusan Dalam disingkat Taud.
Taud dipimpin oleh Kepala Administrasi Umum dan Urusan Dalam, disingkat Kataud
yang dalam pelaksanaan tugas kewajibannya bertanggung jawab kepada
Kamuspusdirla.
Penyesuaian
Tiket
Selain sekedar melihat-lihat koleksi
pesawat yang ada di Museum Dirgantara Yogyakarta, para pengunjung juga
diperbolehkan untuk mencoba naik ke beberapa jenis pesawat. Para
pengunjung dapat berfoto layaknya seorang pilot, dengan biaya
tambahan yang dikenakan per kamera. Ini tentunya dapat menjadi pengalaman yang
tak terlupakan, khususnya bagi anak-anak. Biaya tambahan yang harus dibayarkan
tidak mahal, hanya Rp. 1000,- saja. Museum ini dibuka untuk umum setiap hari
mulai dari pukul 08.30 sampai dengan pukul 15.00. Tapi, pada hari Senin dan
hari libur nasional museum ini tutup. Harga tiket masuk tidak mahal, hanya Rp.
3000,- saja per orang. Para pengunjung yang datang dalam rombongan yang terdiri
dari 30 orang atau lebih akan mendapatkan potongan harga, menjadi Rp. 2000,-
saja per orang.
BAB III
PENUTUP
Maka dapat disimpulkan bahwa tempat-tempat pariwisata
yang ada di Yogyakarta itu sangat banyak, dan kita harus senantiasa menjaga
serta merawatnya agar tetap asri seperti aslinya. agar menarik para wisatawan
untuk berlibur ke jogja.
Selain itu, kota jogja yang menawan itu tidak harus kita
tambahkan dengan budaya-budaya barat yang kita rasa sangat bagus atau trendy.
tapi justru itu salah,kita harus tetap menjaga budaya asli itu
sendiri,agar mempunyai keaslian yang khas dimata dunia.
Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu kota
favorit para wisatawan untuk berlibur dan menghabiskan sisa waktu istirahatnya
di tempat-tempat wisata yang ada di Yogyakarta. walaupun banyak cerita-cerita
mistis yang beredar di masyarakat luas, para wisatawan tetap antusias
menikmati tempat-tempat pariwisata yang ada di jogja.
- Saran
Kami menyadari bahwa dalam pembuatan karya tulis ini
banyak ditemui kesulitan, oleh karena itu kami mengharapkan saran dan kritik
agar kami dapat menyempurnakan karya tulis ini.
Demikianlah Kesimpulan dan saran dalam pembuatan karya
tulis ini. Dalam pembuatan karya tulis ini banyak sekali kekurangan-kekurangan,
untuk itu penulis sebagai manusia biasa mohon maaf atas segala keurangan
dan kekhilafan. Semoga karya tulis ini bermanfaat bagi kita semua.
No comments:
Post a Comment